Judul : I am Sarahza
Penulis : Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra
Penerbit : Republika
Cetakan : Pertama, April 2018
Tebal : vi+370 halaman
Penantian. Sebuah kata sederhana yang menimbulkan beragam reaksi dari para pelakunya. Tak sedikit yang jatuh ke titik terendah saat proses itu, namun tak sedikit pula yang berhasil menjadikan masa terpuruk selama proses menanti sebagai titik balik menjadi pribadi yang lebih dekat kepada penciptanya. Itulah yang dialami oleh pasangan Hanum dan Rangga.
Seperti pasangan suami istri lainnya, Hanum dan Rangga mendambakan hadirnya sang buah hati dalam kehidupan pernikahan mereka. Sekian tahun bersama, harapan itu belum membuahkan hasil. Padahal hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa keduanya normal. Lalu apa yang salah?
Akhirnya mereka memutuskan untuk menjalani inseminasi. Berbagai proses menyakitkan rela dijalani keduanya demi memperoleh buah hati. Namun rupanya Sang Khalik belum berkehendak meniupkan ruh ke dalam rahim Hanum. Inseminasi tersebut gagal. Dan itu bukan satu-satu kegagalan yang harus pasangan itu hadapi.
Bertahun-tahun kembali berlalu. Bermacam ikhtiar telah mereka jalani. Dari inseminasi sampai bayi tabung. Baik di luar negeri maupun di negeri sendiri. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Dan berkali-kali pula mereka harus menelan kekecewaan.
Sampai pada akhirnya pasangan itu berada pada titik tertinggi kedukaan yang membawa Hanum berada jauh dari Tuhannya sehingga menyebabkan dirinya dilanda gejala depresi. Beruntung ia memiliki suami dan orang tua yang senantiasa menariknya kembali kepada kesadaran tentang hakikat hidup yang sebenarnya.
Kisah penantian Hanum dan Rangga dalam buku ini mengandung banyak pelajaran berharga. Bukan hanya bagi para pejuang buah hati, namun bagi semua orang dengan semua jenis penantian. Bahwa dalam penantian ada hal yang lebih penting dari hal yang dinanti itu sendiri. Yaitu tentang bagaimana kita bersikap dalam proses menanti itu. Apakah kita akan terus percaya dan berprasangka baik pada Sang Pemilik Kehidupan. Atau justru menjerumuskan diri dalam jurang kekecewaan dan menyerah pada prasangka buruk yang akhirnya menjauhkan diri dari Tuhan.
Penulis : Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra
Penerbit : Republika
Cetakan : Pertama, April 2018
Tebal : vi+370 halaman
Penantian. Sebuah kata sederhana yang menimbulkan beragam reaksi dari para pelakunya. Tak sedikit yang jatuh ke titik terendah saat proses itu, namun tak sedikit pula yang berhasil menjadikan masa terpuruk selama proses menanti sebagai titik balik menjadi pribadi yang lebih dekat kepada penciptanya. Itulah yang dialami oleh pasangan Hanum dan Rangga.
Seperti pasangan suami istri lainnya, Hanum dan Rangga mendambakan hadirnya sang buah hati dalam kehidupan pernikahan mereka. Sekian tahun bersama, harapan itu belum membuahkan hasil. Padahal hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa keduanya normal. Lalu apa yang salah?
Akhirnya mereka memutuskan untuk menjalani inseminasi. Berbagai proses menyakitkan rela dijalani keduanya demi memperoleh buah hati. Namun rupanya Sang Khalik belum berkehendak meniupkan ruh ke dalam rahim Hanum. Inseminasi tersebut gagal. Dan itu bukan satu-satu kegagalan yang harus pasangan itu hadapi.
Bertahun-tahun kembali berlalu. Bermacam ikhtiar telah mereka jalani. Dari inseminasi sampai bayi tabung. Baik di luar negeri maupun di negeri sendiri. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Dan berkali-kali pula mereka harus menelan kekecewaan.
Sampai pada akhirnya pasangan itu berada pada titik tertinggi kedukaan yang membawa Hanum berada jauh dari Tuhannya sehingga menyebabkan dirinya dilanda gejala depresi. Beruntung ia memiliki suami dan orang tua yang senantiasa menariknya kembali kepada kesadaran tentang hakikat hidup yang sebenarnya.
Kisah penantian Hanum dan Rangga dalam buku ini mengandung banyak pelajaran berharga. Bukan hanya bagi para pejuang buah hati, namun bagi semua orang dengan semua jenis penantian. Bahwa dalam penantian ada hal yang lebih penting dari hal yang dinanti itu sendiri. Yaitu tentang bagaimana kita bersikap dalam proses menanti itu. Apakah kita akan terus percaya dan berprasangka baik pada Sang Pemilik Kehidupan. Atau justru menjerumuskan diri dalam jurang kekecewaan dan menyerah pada prasangka buruk yang akhirnya menjauhkan diri dari Tuhan.
Komentar
Posting Komentar