Langsung ke konten utama

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck


Judul : Tenggelamnya Kapal Van der Wijck
Pengarang : Hamka
Penerbit : Gema Insani
Cetakan : Pertama, 2017
Tebal : xii+255 halaman

Merupakan salah satu karya Hamka yang berisi kritik sosial terhadap masyarakat yang seringnya masih mempermasalahkan status sosial dalam pergaulan sesama manusia.

Menceritakan tentang Zainuddin. Pemuda yang sejak balita ditinggal mati oleh ibunya dan disusul oleh kematian ayahnya saat dirinya masih belia. Ia memutuskan untuk merantau dari tanah kelahiran ke negeri asal ayahnya namun di sana ia dianggap rendah dan tidak dianggap sebagai saudara sesuku.

Di tengah penolakan tersebut, ia berjumpa dengan Hayati yang mampu membuatnya sedikit mengecap arti bahagia setelah penderitaan bertubi. Namun kemalangan belum bosan mendatangi kehidupannya. Cinta murninya kepada Hayati harus terhalangi oleh status sosial dan tetek bengek urusan adat. Zainuddin yang dianggap miskin dan tidak jelas sukunya dianggap tidak pantas berdampingan dengan Hayati yang berasal dari keluarga terpandang dalam suku.

Zainuddin harus merelakan Hayati yang terbujuk rayu untuk menikahi pemuda kaya dari kota. Terhitung bulan ia meratapi cintanya yang kandas. Akhirnya ia berhasil bangkit dan mulai membangun kehidupannya di tanah Jawa. Saat kehidupannya berada di atas putaran roda, takdir kembali mempertemukan Zainuddin dengan Hayati. Keduanya masih saling menyimpan cinta dan harap untuk bersama namun takdir punya jawaban tersendiri bagi kisah mereka.

Karangan yang mampu membuat hati miris oleh ceritanya yang memilukan. Hamka menuliskannya seolah-olah cerita tersebut nyata dan ia menyaksikannya.

Dari 2 karya Hamka yang saya baca, yaitu Di Bawah Lindungan Ka'bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, keduanya memiliki ending yang mirip. Namun begitu tetap saja saya tidak menyangka akhirnya akan seperti itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Serial Anak-anak Mamak

Judul : Eliana, Pukat, Burlian, Amelia Pengarang : Tere Liye Eliana si anak pemberani Pukat si anak pintar Burlian si anak spesial Amelia si anak kuat Keempatnya adalah anak dari Mamak dan Bapak yang dibesarkan dengan pemahaman hidup yang indah. Hidup di daerah terpencil dan dalam keluarga yang sederhana tidak mematikan cita-cita mereka untuk melihat dunia. Cerita keempatnya bukan hanya sekedar cerita anak-anak. Namun juga merupakan suatu panduan parenting untuk para orang tua. Mereka dapat belajar bagaimana menanamkan pemahaman hidup yang baik kepada anak-anaknya. Boyolali, 11 Juli 2017

Relawan Sehari : Kelas Inspirasi Boyolali 2

Ini adalah kisahku saat mengikuti Kelas Inspirasi Boyolali 2. Sudah cukup lama aku ingin bergabung menjadi relawan Kelas Inspirasi (KI) dan Alhamdulillah saat itu aku terpilih menjadi bagian dari para relawan pengajar. Awalnya sempat ragu apakah aku bisa mengajar anak-anak usia SD. Materi apa nanti yang akan aku sampaikan di hadapan mereka. Bagaimana jika materiku tidak menarik minat mereka. Dan berbagai keraguan lain memenuhi benakku saat itu. Sungguh sangat khawatir dan groginya aku. Apalagi saat aku bertemu dengan relawan lain yang sudah beberapa kali ikut KI, makin minder dan cemas. Halaman sekolah SDN 3 Gunung Hari yang dinanti pun tiba. Aku dan teman-teman sekelompok mendapat tugas untuk mengisi KI di SDN 3 Gunung, Simo, Boyolali. Letak SD ini cukup jauh dari pusat Kota Boyolali dan lingkungan sekitarnya pun masih asri. Bila aku tidak salah hitung, total jumlah siswanya sekitar 39 anak terbagi menjadi 6 kelas. Pagi hari pukul 07.00 WIB kami berangkat dari ...

Yang Fana adalah Waktu

Judul : Yang Fana adalah Waktu Penulis : Sapardi Djoko Damono Penerbit : Gramedia Cetakan : Pertama, Maret 2018 Tebal : vi+146 halaman Buku ini adalah buku terakhir dari trilogi Hujan di Bulan Juni. Menceritakan kelanjutan hubungan antara Sarwono dan Pingkan yang oleh keadaan terpisah jarak dan waktu. Juga diceritakan perihal Pingkan yang dilibatkan dalam drama perjodohan Katsuo oleh ibunya. Bagi saya yang buta sastra, membaca bagian terakhir ini terasa lebih mudah dibandingkan dengan membaca kedua pendahulunya. Kalimat-kalimat di dalamnya lebih tidak rumit menurut saya. Tidak ada lompatan-lompatan cerita antara kehidupan nyata dan fana seperti yang banyak terdapat dalam buku kedua. Penggalan-penggalan puisi pun jarang dijumpai di buku ketiga ini. Untuk jalan ceritanya sebenarnya biasa aja. Akhirnya mudah ditebak. Pun tidak banyak konflik yang disajikan. Dan saya kira tujuan Pak Sapardi saat menulis trilogi ini bukan untuk menonjolkan jalan ceritanya namun lebi...